Recent Posts

Rabu, 11 April 2018

14 AMALAN BID'AH DIBULAN RAMADAN

Bismillah..
14 AMALAN BID'AH DIBULAN RAMADAN..
Berikut adalah beberapa kesalahan yang dilakukan di bulan Ramadhan yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin.

1. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan

Tidaklah tepat keyakinan bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

2. Padusan, Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan

Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!

3. Menetapkan Awal Ramadhan dengan Hisab

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا

“Sesungguhnya kami adalah umat yang buta huruf. Kami tidak memakai kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula memakai hisab (dalam penetapan bulan). Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Bazizah mengatakan,”Madzhab ini (yang menetapkan awal ramadhan dengan hisab) adalah madzhab bathil dan syari’at ini telah melarang mendalami ilmu nujum (hisab) karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i) atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu perkara (misalnya penentuan awal ramadhan, pen) hanya dikaitkan dengan ilmu hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit karena tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini  kecuali sedikit sekali.” (Fathul Baari, 6/156)

4. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i)

Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah mendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)

5. Melafazhkan Niat “Nawaitu Shouma Ghodin…”

Sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali untuk melafazhkan niat semacam ini karena tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dari para sahabat. Letak niat sebenarnya adalah dalam hati dan bukan di lisan. An Nawawi rahimahullah –ulama besar dalam Madzhab Syafi’i- mengatakan,

لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ

“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Rowdhotuth Tholibin, I/268, Mawqi’ul Waroq-Maktabah Syamilah)

6. Membangunkan “Sahur … Sahur”

Sebenarnya Islam sudah memiliki tatacara sendiri untuk menunjukkan waktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan shubuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan shubuh adalah untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Inilah cara untuk memberitahu kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum dan memberitahukan berakhirnya waktu sahur. Sehingga tidak tepat jika membangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan “sahur … sahur ….” baik melalui speaker atau pun datang ke rumah-rumah seperti mengetuk pintu. Cara membangunkan seperti ini sungguh tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak pernah dilakukan oleh generasi terbaik dari ummat ini. Jadi, hendaklah yang dilakukan adalah melaksanakan dua kali adzan. Adzan pertama untuk menunjukkan masih dibolehkannya makan dan minum. Adzan kedua untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu memiliki nasehat yang indah, “Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian.” (Lihat pembahasan at Tashiir di Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 334-336)

7. Pensyariatan Waktu Imsak (Berhenti makan 10 atau 15 menit sebelum waktu shubuh)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ يَهِيدَنَّكُمُ السَّاطِعُ الْمُصْعِدُ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمُ الأَحْمَرُ

“Makan dan minumlah. Janganlah kalian menjadi takut oleh pancaran sinar (putih) yang menjulang. Makan dan minumlah sehingga tampak bagi kalian warna merah yang melintang.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah. Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan shahih). Maka hadits ini menjadi dalil bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum) adalah sejak terbit fajar shodiq –yaitu ketika adzan shubuh dikumandangkan- dan bukanlah 10 menit sebelum adzan shubuh. Inilah yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Dalam hadits Anas dari Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas berkata, “Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Kemudian Zaid berkata, “Sekitar 50 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Lihatlah berapa lama jarak antara sahur dan adzan? Apakah satu jam?! Jawabnya: Tidak terlalu lama, bahkan sangat dekat dengan waktu adzan shubuh yaitu sekitar membaca 50 ayat Al Qur’an (sekitar 10 atau 15 menit)

8. Do’a Ketika Berbuka “Allahumma Laka Shumtu wa Bika Aamantu…”

Ada beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 481 dan no. 482. Namun hadits-hadits yang membicarakan amalan ini adalah hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits tersebut ada yang mursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta (Lihat Dho’if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al Adzkar yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy).

Adapun do’a yang dianjurkan ketika berbuka adalah,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Dzahabazh zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud)

9. Dzikir Jama’ah Dengan Dikomandoi dalam Shalat Tarawih dan Shalat Lima Waktu

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah tatkala menjelaskan mengenai dzikir setelah shalat, “Tidak diperbolehkan para jama’ah membaca dizkir secara berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiap orang membaca dzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain. Karena dzikir secara berjama’ah (bersama-sama) adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam yang suci ini.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11/189)

10. “Ash Sholaatul Jaami’ah…” untuk Menyeru Jama’ah dalam Shalat Tarawih

Ulama-ulama Hambali berpendapat bahwa tidak ada ucapan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan “Ash Sholaatul Jaami’ah…” Menurut mereka, ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah). (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9634, Asy Syamilah)

11. Bubar Terlebih Dahulu Sebelum Imam Selesai Shalat Malam

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Jika imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun seharusnya ikut menyelesaikan bersama imam. Itulah yang lebih tepat.

12. Perayaan Nuzulul Qur’an

Perayaan Nuzulul Qur’an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.” Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Ahqof ayat 11)

13. Membayar Zakat Fithri dengan Uang

Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz mengatakan, “Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan penjelasan padahal sedang dibutuhkan. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membayar zakat fithri dengan uang, tentu para sahabat –radhiyallahu ‘anhum– akan menukil berita tersebut. Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnahnya. Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fithri dengan uang, tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita).” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/208-211)

14. Tidak Mau Mengembalikan Keputusan Penetapan Hari Raya kepada Pemerintah

Al Lajnah Ad Da’imah, komisi Fatwa di Saudi Arabia mengatakan, “Jika di negeri tersebut terjadi perselisihan pendapat (tentang penetapan 1 Syawal), maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim di negeri tersebut. Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat, hilanglah perselisihan yang ada dan setiap muslim di negeri tersebut wajib mengikuti pendapatnya.” (Fatawa no. 388)

Demikian beberapa kesalahan atau kekeliruan di bulan Ramadhan yang mesti kita tinggalkan dan mesti kita menasehati saudara kita yang lain untuk meninggalkannya. Tentu saja nasehat ini dengan lemah lembut dan penuh hikmah.

Semoga Allah memberi kita petunjuk, ketakwaan, sifat ‘afaf (menjauhkan diri dari hal yang tidak diperbolehkan) dan memberikan kita kecukupan. Semoga Allah memperbaiki keadaan setiap orang yang membaca risalah ini.

Wa shallallahu wa salaamu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Cara Salat Nabi Muhammad Berdasarkan Hadis Bukhari

Salamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Takbir

399. Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, bahwa "Rasulullah mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua pundak beliau ketika bertakbir, yakni apabila beliau memulai salat. Apabila beliau takbir untuk ruku, beliau kerjakan seperti itu. Dan, ketika mengangkat kepala dari ruku, maka beliau mengangkat kedua tangan pula sambil mengucapkan, Sami 'allahu liman hamidah, Rabbanaa wa lakal-hamdu. Beliau tidak melakukannya pada waktu sujud. Juga tidak mengangkat tangan ketika bangun dari sujud."


Sedekap

402. Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu berkata, "Orang-orang diperintahkan supaya meletakkan tangan kanan di atas tangannya yang kiri dalam salat."
Abu Hazim berkata, "Aku tidak mengetahui melainkan ia (Sahl bin Sa'ad) menisbatkan perintah itu kepada Nabi."
Isma'il berkata, "Perintah itu dinisbatkan, dan ia tidak mengatakan, 'menisbatkan'."


Iftitah

405. Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah diam di antara takbir dan bacaan (al-Faatihah) sejenak.
Aku berkata, 'Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, apakah yang engkau baca di kala engkau diam antara takbir dan bacaan (al-Faatihah)?'
Beliau bersabda, 'Aku membaca:
 

'Allahumma baa'id bainii wabaina khathaayaaya kamaa baa'adta bainal masyriqi wal maghribi, allahumma naqqinii minal khathaayaa kamaa yunaqqatstsaubul abyadhu minad-danasi, allaahummaghsil khathaayaaya bil maai watstsalji walbaradi.'
'Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan aku sebagaimana Engkau menjauhkan antara barat dan timur. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, basuhlah kesalahan kesalahan aku dengan air, es, dan embun'."


Al Faatihah

Hadis riwayat Anas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: “Aku pernah salat bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bersama Abu Bakar, bersama Umar, dan bersama Usman, aku tidak mendengar seorang pun dari mereka membaca Bismillahirrahmanirrahim.” (H.R. Muslim no.503)

404. Anas Radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa, “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu, dan Umar Radhiyallahu 'anhu memulai (bacaan) salat dengan, Alhamdulillahi rabbil'alamiin.

411. Ubadah ibnush-Shamit mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Tidak ada salat bagi orang yang tidak membaca 'Pembukaan Al-Quran' (al-Faatihah)."

Atha' berkata, "Amin adalah sebuah doa. Ibnu Zubair dan orang-orang yang di belakangnya mengucapkan 'amin' sehingga gemuruh suaranya di dalam masjid. Abu Hurairah berseru kepada imam, 'Janganlah lupakan aku mengucapkan, 'Amin'."

Nafi' berkata, "Ibnu Umar tidak pernah meninggalkan bacaan amin, dan menyuruh orang lain supaya mengucapkannya. Aku mendengar suatu hal yang baik tentang hal itu darinya."

421. Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila imam membaca amin, maka bacalah amin olehmu. Karena, malaikat juga mengucapkan amin. Sesungguhnya barangsiapa yang bacaan amin-nya bersamaan dengan bacaan amin malaikat, maka diampunilah dosanya yang telah lampau."

Ibnu Syihab berkata, "Rasulullah mengucapkan amin."

Dari jalan kedua dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila imam selesai mengucapkan, Ghairil maghdhuubi 'alaihim waladhdhaalliin, maka ucapkanlah, 'Amin.' Karena sesungguhnya orang yang bacaannya bersamaan dengan malaikat, maka diampunilah dosanya yang telah lalu."

418. Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata mengenai apa yang dibaca pada setiap salat, "Apa yang diperdengarkan oleh Rasulullah kepada kami, kami perdengarkan kepadamu. Dan, apa yang beliau sembunyikan terhadap kami, kami sembunyikan kepadamu. Jika kamu tidak menambah terhadap Ummul Quran (al-Faatihah), maka cukuplah, dan jika kamu menambahnya (dengan surat Quran), maka hal itu lebih baik."


Quran

415. Jubair bin Muth'im (yang datang dalam rombongan tawanan Perang Badar) berkata, "Aku mendengar Rasulullah membaca surat ath-Thuur pada waktu salat magrib. Ketika sampai pada ayat ini, Am khuliquu min ghairi syai-in am humul-khaaliquun. Am khalaqus-samaawaati wal-ardha, bal laa yuuqinuun. Am 'indahum khazaainu Rabbika am humul-musaithiruun 'Apakah mereka diciptakan bukan dari sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Ataukah, mereka telah menciptakan langit dan bumi ini? Sebenarnya mereka tidak meyakini apa yang mereka katakan. Ataukah, di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?', maka hatiku seakan-akan hendak terbang. Itulah saat pertama kali iman mantap di dalam hatiku."

412. Abu Qatadah Radhiyallahu 'anhu berkata, "Nabi membaca dalam dua rakaat yang pertama dalam salat zuhur dengan al-Faatihah dan dua surat (riwayat lain: satu surat satu surat) dan dalam dua rakaat yang akhir dengan (Ummul Kitab/al-Faatihah). Beliau panjangkan bacaan pada rakaat pertama dan beliau pendekkan pada rakaat kedua. Kadang-kadang beliau memperdengarkan bacaannya. Beliau biasa membaca al-Faatihah dan dua surat, beliau panjangkan pada yang pertama. Beliau biasa memanjangkan rakaat pertama dan beliau pendekkan rakaat yang kedua pada salat subuh."

417. Al-Barra' Radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa, "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang dalam bepergian. Lalu, beliau membaca ‘Wattiini wazzaitun’ pada waktu salat isya dalam salah satu dari dua rakaat (pertamanya). aku tidak pernah mendengar seseorang yang suaranya atau bacaannya lebih bagus daripada beliau."

406. Abu Ma'mar Radhiyallahu 'anhu berkata, "Kami berkata kepada Khabbab, ‘Apakah Rasulullah membaca pada salat zuhur dan asar?’
Ia menjawab, ‘Ya.’
Kami bertanya, ‘Bagaimama kamu dapat mengetahui hal itu?’
Ia menjawab, ‘Dengan gerak jenggot beliau.’"


Ruku

423. Abu Hurairah mengatakan bahwa ia salat menjadi imam bagi orang banyak. Dia membaca takbir setiap kali ia menunduk (turun) dan bangkit. Setelah salat ia berkata, "Sesungguhnya salatku sama dengan salat Rasulullah."

Abu Humaid berkata di hadapan sahabat-sahabatnya, "Nabi meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya."

426. Mush'ab bin Sa'ad berkata, “Aku mendirikan salat di samping ayahku, lalu aku letakkan kedua tanganku di antara dua pahaku. Lalu, ayahku melarangnya seraya berkata, 'Kami dulu melakukannya, lalu kami dilarang. Kami diperintahkan meletakkan tangan-tangan kami di atas lutut.'”

Abu Humaid berkata di hadapan sahabat-sahabatnya, "Nabi ruku dan meluruskan punggungnya."

429. Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata, "Nabi (sering) mengucapkan (riwayat lain: Tidaklah Nabi mengerjakan suatu salat setelah turunnya ayat 'Idzaa jaa-a nashrullaahi wal fath' melainkan beliau mengucapkan) di dalam ruku dan sujudnya:
“Subhaanakallahumma Rabbanaa Wabihamdika Allahummaghfirlii”
'Mahasuci Engkau, ya Allah, Tuhan kami! Segala puji untuk-Mu. Ya Allah, ampunilah aku'."


I'tidal

431. Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa Rasulullah bersabda,
"Apabila imam membaca, 'Samiallahu liman hamidah'
(semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya),
maka ucapkanlah, 'Allahumma rabbanaa lakal hamd'
(Wahai Tuhan kami, hanya bagi-Mu-lah segala puji).
Karena, barangsiapa yang ucapannya bersesuaian dengan ucapan malaikat, maka diampunilah dosanya yang telah lampau."

Abu Humaid berkata, "Nabi bangun (dari ruku) dan berdiri lurus sampai tulang belakangnya kembali ke posisinya semula."

435. Dari Tsabit, ia berkata, "Anas menerangkan kepada kami cara salat Rasulullah. Yaitu, beliau melakukan salat. Apabila beliau telah mengangkat kepala dari ruku, maka beliau berdiri sehingga kami mengatakan bahwa beliau lupa (karena lamanya berdiri)."


Sujud

Nafi' berkata, "Ibnu Umar (apabila turun sujud) meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya."

440. Abdullah bin Malik bin Buhainah mengatakan bahwa, “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila sujud, beliau merenggangkan kedua lengannya (dari rusuknya), sehingga kelihatan putih ketiaknya.”

445. Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Luruskanlah dalam sujud. Jangan seseorang diantaramu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing menghamparkan kedua kaki depannya."

Hadis riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota badan (kening, dua telapak tangan, dua lutut, dan jari-jari telapak kaki), dan dilarang menutup dahinya dengan rambut dan pakaian.” (H.R Muslim no.755)

429. Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata, "Nabi (sering) mengucapkan (riwayat lain: Tidaklah Nabi mengerjakan suatu salat setelah turunnya ayat 'Idzaa jaa-a nashrullaahi wal fath' melainkan beliau mengucapkan) di dalam ruku dan sujudnya:
"Subhaanakallahumma Rabbanaa Wabihamdika Allahummaghfirlii”
'Mahasuci Engkau, ya Allah, Tuhan kami! Segala puji untuk-Mu. Ya Allah, ampunilah aku'."


Duduk antara dua sujud

428. Al-Barra' berkata, "Ruku Rasulullah, sujudnya, (duduk) di antara dua sujud, dan ketika beliau bangun dari ruku (i'tidal), selain berdiri dan duduk (tasyahud), adalah hampir sama (lamanya)."

444. Tsabit dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya aku tidak gegabah untuk salat bersamamu sebagaimana aku melihat Nabi salat menjadi imam kami."

Tsabit berkata, “Anas melakukan sesuatu yang tidak pernah aku lihat kalian melakukannya.” katanya, “Anas menerangkan kepada kami cara salat Nabi, lalu dia melakukan salat. Kemudian mengangkat kepalanya setelah ruku (beberapa lama) sehingga ada orang yang berkata, ‘Sesungguhnya dia lupa.’ Dia duduk di antara dua sujud sehingga ada orang yang mengatakan, “Sesungguhnya dia lupa (untuk sujud kedua, karena lamanya (berdiam) duduk antara dua sujud).’”

448. Muhammad bin Amr bin Atha' mengatakan bahwa ia duduk bersama sekelompok dari sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu mereka menyebut-menyebutkan perihal salat Nabi. Abu Humaid as-Sa'idi berkata, "Aku adalah orang yang paling hafal di antara kalian tentang salat Rasulullah. Aku melihat apabila beliau bertakbir, beliau angkat kedua tangan beliau sejajar dengan kedua pundak beliau. Apabila ruku, beliau letakkan kedua tangan beliau pada kedua lutut. Kemudian beliau membungkukkan punggung. Apabila beliau mengangkat kepala (dari ruku) beliau tegak sehingga tiap-tiap tulang belakangnya kembali ke tempatnya. Apabila sujud, beliau letakkan kedua tangan beliau dengan tidak merentang (menjulurkan lengan dengan meletakkannya di tanah), juga tidak menggenggam, dan beliau hadapkan ujung jari-jari beliau ke kiblat. Apabila beliau duduk di rakaat yang kedua, maka beliau duduk di atas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan. Apabila beliau duduk di rakaat terakhir, maka beliau julurkan kaki kiri dan ditegakkannya kaki yang lain (kanan). Beliau duduk di atas pantat beliau."


Tasyahud (awal)

450. Abdullah berkata, "Ketika kami salat di belakang Nabi, kami mengucapkan, 'Assalaamu 'alallah, 'Assalaamu 'ala Jibril wa Mikail, as-salamu 'ala fulan wa fulan' (Riwayat lain: Sebagian kami mengucapkan salam atas sebagian yang lain).
Kemudian Nabi menoleh kepada kami. (riwayat lain: setelah Nabi selesai, beliau menghadapkan wajah beliau kepada kami). lalu bersabda, 'Janganlah kamu mengucapkan, Assalaamu 'alallah, karena sesungguhnya Allah adalah Maha Penyelamat. Apabila salah seorang di antara kamu salat (riwayat lain: apabila salah seorang di antara kamu duduk (tasyahud) dalam salat), maka ucapkanlah:
"Attahiyaatu lillaahi washshalawaatu wath-thayyibaatu, as-salaamu'alaika ayyuhan-nabiyyu warahmatullahi wabarakaatuhu, as-salamu 'alaina wa'alaa 'ibaadillahish-shaalihiin. Asyhadu an laailaaha illallaahu wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh”
"Kehormatan bagi Allah, demikian juga berkah dan kebaikan. Semoga keselamatan tetap atas engkau wahai Nabi, demikian pula rahmat serta hidayah Nya. Semoga keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya."
Sesungguhnya apabila kamu mengucapkannya, maka sampailah (dalam riwayat lain: maka sesungguhnya kamu telah mengucapkan salam kepada) setiap hamba Allah yang saleh baik di langit maupun di bumi. Setelah itu dia memilih doa (riwayat lain: lafal pujian) yang ia sukai, kemudian berdoa.'"

438. Abu Bakar bin Abdurrahman bin Harits bin Hisyam dan Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan bahwa, “Abu Hurairah mengucapkan takbir dalam semua salatnya, yang wajib maupun yang sunnah, pada bulan Ramadan ataupun bulan-bulan lainnya. Dia mengucapkantakbir pada waktu berdiri untuk salat Kemudian bertakbir ketika hendak ruku. Lalu, dia mengucapkan, Sami'allaahu liman hamidah. ketika dia mengangkat punggungnya dari ruku, kemudian dia mengucapkan (sambil berdiri), Rabbana lakal hamdu, sebelum sujud. Kemudian dia mengucapkan takbir waktu sujud dan pada waktu mengangkat kepalanya dari sujud. Lalu, takbir lagi saat bangun dari duduk pada rakaat kedua (tasyahud awal). Dia melakukan hal itu dalam setiap rakaat sampai dia menyelesaikan salat. setelah salat, dia mengatakan, ‘Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya! Sungguh salatku lebih dekat kepada salat Rasulullah daripada salat kalian, dan inilah cara salat beliau sampai beliau meninggal dunia.’”

446. Sa'id bin Harits berkata, "Abu Sa'id mengimami kami salat. Ketika dia mengangkat kepala dari sujud, dia mengeraskan takbir. Demikian juga ketika sujud, ketika bangkit (dari sujud), dan ketika berdiri dari dua rakaat. Ia berkata, 'Demikianlah aku melihat Nabi.'"


Tasyahud (akhir)

451. Aisyah, istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, menginformasikan bahwa Rasulullah selalu berdoa dalam salat:

"Allahumma innii a'uudzu bika min 'adzaabil-qabri wa a'uudzu bika min fitnatil-mashiihid dajjaali, wa a'uudzu bika min fitnatil-mahyaa wafitnatil-mamaati. Allahumma innii a'uudzu bika minal-ma'tsami wal maghrami."
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Mu dari siksa kubur. Dan aku berlindung kepada Mu dari fitnah Al-Masiih Dajjal. Dan aku berlindung kepada Mu dari fitnah ketika hidup dan fitnah setelah mati. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Mu dari dosa dan utang."
Lalu seseorang berkata kepada Rasulullah, "(Wahai Rasulullah), alangkah seringnya engkau memohon perlindungan dari utang."
Beliau bersabda, 'Sesungguhnya seseorang yang berutang bila berbicara, maka dia berdusta. Apabila berjanji, maka dia mengingkari.'"
(Dalam satu riwayat dari Aisyah) dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah berlindung kepada Allah di dalam salatnya dari fitnah Dajjal."


Salam

Ibnu Umar menyukai orang yang di belakang imam mengucapkan salam setelah imam mengucapkannya.

453. Hindun bin al-Harits (al-Firasiah (dalam satu riwayat: al-Qurasyiah)), istri Mabad ibnul-Miqdad, sekutu bani Zuhrah, dan biasa menemui istri-istri Rasulullah), mengatakan bahwa Ummi Salamah Radhiyallahu 'anha (sahabatnya) berkata, "Rasulullah apabila selesai mengucapkan salam, maka orang-orang wanita berdiri, dan beliau diam sebentar (di tempatnya). Beberapa laki-laki masih ada yang mengerjakan salat menurut yang dikehendaki Allah. Apabila Rasulullah berdiri, maka berdirilah para laki-laki sebelum beliau berdiri." (dalam riwayat yang mu'allaq disebutkan bahwa Rasulullah mengucapkan salam. Kemudian para wanita bubar dan masuk ke rumah masing-masing sebelum Rasulullah bubar.)"
Ibnu Syihab berkata, "Aku pikir, dan Allah lebih mengetahui, maksud dari tinggalnya (diamnya) Rasulullah di tempat ialah agar para wanita meninggalkan tempat itu sebelum tersusul oleh kaum lelaki yang telah menyelesaikan salat mereka."


Tambahan

Hadis riwayat Sahal bin Saad As-Saidi, ia berkata, “Jarak tempat salat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dinding seukuran jalan lewat kambing.” (H.R. Muslim no.786)

Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Bila salah seorang di antara kalian sedang salat, janganlah ia membiarkan seorang pun lewat di depannya, dan hendaklah ia mencegahnya semampunya. Bila ia tidak peduli, perangilah karena sesungguhnya ia adalah setan.’” (H.R. Muslim no.782)

409. Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah tentang menoleh dalam salat. Beliau bersabda, 'Hal itu adalah barang rampasan, yakni setan merampasnya dari salat seorang hamba.'"

408. Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata, “Nabi bersabda, 'Bagaimanakah keadaan suatu kaum yang mengangkat pandangannya ke langit di dalam salat? (Sabda beliau tentang hal itu semakin keras sehingga beliau bersabda), 'Sungguh mereka menghentikan hal itu, atau pandangan-pandangan mereka akan disambar.'”


NB:
hanya menyusun arti dalam bahasa Indonesia tanpa menyertakan hadis berbahasa Arab dan hanya memilih salah satu nomor hadis dari hadis-hadis yang bermaksud/bermakna sama, untuk mempersingkat tulisan dan mempermudah pemahaman. Kilaf, salah, kekurangan, dan sesuatu yang tidak tepat pada tempatnya, mohon maaf dan silakan dikoreksi di kolom komentar. Semoga bermanfaat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.